Sabtu, 24 September 2011

Menguak Tabir Bumi

 .

Pesona alam Indonesia antara lain terbentuk oleh sensasi aktivitas gunung api. Efek kilatan cahaya dan bola-bola api dari perut Bumi terus melambung jauh ke angkasa tinggi tanpa henti dalam hitungan ratusan bahkan ribuan tahun.

Paling tidak 127 gunung api masih aktif, dan sebagian gunung sudah tidur sebagai panorama alam di atas sabuk Cincin Api yang melilit perut Bumi Nusantara. Gunung api dalam posisi aktif maupun tidur selalu menyimpan misteri yang mengundang rasa tahu tidak habis-habisnya dan telah melahirkan berbagai mitos.

Sebagai fenomen alam penuh misteri, gunung api dalam pengalaman manusia selalu bergerak dalam tarikan dialektika antara menakutkan (tremendum) dan menyenangkan (fascinans). Di satu sisi, gunung api memiliki potensi bencana dan petaka, tetapi di sisi lain pembawa kesuburan dan pesona keindahan.

Ketegangan antara rasa takut dengan menyenangkan merupakan sebuah kompleksitas hidup unik bagi kehidupan warga masyarakat di lereng dan lembah gunung api. Sekalipun sudah akrab dengan bencana dan kesuburan, gunung api, yang berpijak pada lempeng benua dengan kaki terikat oleh Cincin Api, tetaplah menjadi misteri. Namun demikian berdasarkan hasil survei harian ini di daerah yang terkena bencana, hampir separuh tidak menyadari bahwa mereka tinggal di daerah rawan bencana.

Sebagai upaya menyingkapkan sebagian misteri itu, Kompas melakukan “Ekspedisi Cincin Api”. Program itu sudah lama direncanakan (tiga tahun yang lalu) sebagai bagian dari agenda untuk menumbuhkan dan memperkuat kesadaran, pemahaman dan penghayatan tentang Tanah Air.

Ekspedisi ini seperti berbagai ekspedisi Kompas sebelumnya tidak dalam pengertian melintas alam, tetapi merupakan sebuah eksplorasi gunung api dan lempeng benua dengan mengacu pada realitas lapangan, kajian ilmu pengetahuan, dokumen sejarah dan mitos yang berkembang di masyarakat gunung.

Sudah pasti pula, eksplorasi “Ekspedisi Cincin Api” yang berlangsung setahun tidak mencakup seluruh gunung api di Nusantara, tetapi meliputi sejumlah gunung pilihan yang telah mengguncang dan mengubah dunia!

Publikasi hasil ekspedisi untuk menguak Cincin Api, yang dimotori tim wartawan muda dengan dukungan para wartawan senior dan sejumlah ilmuwan, tidak hanya dimuat di Kompas cetak, tetapi juga akan memberikan efek publikasi berlipat-lipat oleh penggunaan multimedia, online, dan televisi.
Karena niatan untuk melakukan ekspedisi yang publikasinya dari berbagai platform itulah, maka ekspedisi yang sudah lama direncanakan baru bisa terealisasikan tahun ini. Pada akhirnya, hasil ekspedisi ini akan dibukukan guna menambahkan referensi kegunungapian yang selama ini lebih banyak didominasi para ahli asing.

Sedang guna memberi informasi yang lebih mendunia – seiring dengan daya tarik peneliti internasional soal cincin api (ring of fire) – edisi khusus Tambora Menggoncang Dunia yang hadir pada Sabtu, 16 September 2011, di Harian Kompas —- juga bisa dibaca dalam Ipad dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Bagi Kompas, Ekspedisi Cincin Api adalah ekspedisi ke-12 yang dilakukan harian ini. Sebelumnya, Kompas menggelar Ekspedisi Lintas Barito-Mahakan tahun 2005, Lintas Timur Barat Kompas (2005), Ekspedisi Bengawan Solo (2007), Ekspedisi Tanah Papua (2007), Ekspedisi Anjer-Panaroekan (2008), Ekspedisi Ciliwung (2009), Ekspedisi Jelajah Kalimantan (2009), Ekspedisi Susur Selatan Jawa (2009), Ekspedisi Jejak Peradaban NTT (2010), Ekspedisi Musi (2010), dan Ekspedisi Citarum (2011).

Ekspedisi Cincin Api untuk mememetakan potensi bencana, menggali kearifan lokal, menggali cerita rakyat dimaksudkan juga untuk mengetahui sejauh mana kesadaran kita akan bencana, kesadaran kita akan penyusunan tata ruang apakah sudah sesuai dengan daerah wilayah bencana. Gunung berapi memang sebuah ironi. Letusannya mematikan tetapi juga menghidupi! 
sumber : Kompas.com

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes